HalloMadiun.Com - Komisi Perlindungan Anak Dan Perempuan Indonesia (KPAI) Langsung Merespon Pidato Wakil Presiden Republik Indonesia Gibran Rakabuming Raka Yang Tak Ingin Undang-undang Perlindungan Anak Dijadikan sebuah alat untuk melakukan tindak kriminalisasi terhadap seorang guru. Menanggapi Pidato Wakil Presiden Indonesia Ketua KPAI Indonesia maryati solihah menyampaikan UU PERLINDUNGAN ANAK MERUPAKAN REGULASI MEMBERIKAN PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK-ANAK dibawah umur khususnya para pelajar sekolah.
Maryati solihah juga mengatakan "pihak sekolahan yang masuk 5 besar pelanggar hak anak, itu artinya undang-undang perlindungan anak bukan sebuah senjata yang mendiskriminasi. Akan tetapi menjadi sebuah regulasi yang bisa memerikan perlindungan terhadap anak-anak" kata maryati solihah ketua KPAI Indonesia.
Ketua KPAI Indonesia maryati solihah sendiri sedang meminta audensi dengan wakil presiden Indonesia Gibran Rakabuming Raka terkait perihal undang-undang perlindungan anak yang marak digunakan untuk mendiskriminasi seorang guru oleh wali murid.
Permintaan jadwal audensi terhadap wakil presiden Gibran , sudah di ajukan sebelum wakil presiden Gibran mengeluarkan statmenya Undang-undang Perlindungan Anak jangan digunakan untuk mendiskriminasi seorang guru dalam pidatonya di rakor Kadisdik seluruh Indonesia.
"Kami dari pihak KPAI sedang melakukan permintaan mkordin, audensi dengan pak wapres Gibran. Yang ingin kami sampaikan dari pihak KPAI bukan hanya statmen ini, tetapi kami juga akan menyampaikan bahwa hasil pengaduan - pengaduan masyarakat terutama tabulasi data KPAI.
Dasar-dasar dari hasil pengawasan innilah yang nantinya memberikan langkah strategis atas pembangunan yang memiliki perspektif perlindungan anak " ujar maryati solihah (ketua KPAI Indonesia).
Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka baru-baru ini menyoroti isu kriminalisasi terhadap guru dalam pertemuan dengan Kepala Dinas Pendidikan dari seluruh Indonesia. Gibran menekankan pentingnya sekolah sebagai tempat yang aman bagi guru dan murid, serta mengimbau agar tidak ada lagi kasus kekerasan, bullying, atau kriminalisasi terhadap guru.
Gibran juga menyinggung mengenai Undang-Undang Perlindungan Anak, yang menurutnya justru sering dijadikan alat untuk menyerang guru. Ia menegaskan bahwa undang-undang tersebut seharusnya tidak digunakan sebagai dasar untuk mengkriminalisasi guru yang menjalankan tugasnya.
Di sisi lain, ada pula pandangan bahwa perlindungan guru perlu diperkuat dengan melakukan reinterpretasi dan revitalisasi terhadap Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Hal ini bertujuan agar perlindungan bagi guru berjalan sesuai dengan undang-undang tersebut, tanpa berbenturan dengan aturan perlindungan anak yang bersifat universal dan bukan sektoral.